Cara Menentukan Imam Ketika Shalat Berjamaah

Cara Menentukan Imam Ketika Shalat Berjamaah. Apa itu imam...? Imam ialah pemimpin yang menjadi panutan oleh para makmum, maka seorang imam haruslah betul-betul orang yang layak dan pantas untuk memimpin dalam shalat. Tidak diperbolehkan menjadi imam shalat bagi seorang wanita, banci, orang kafir, gila dan bodoh.[1]

Cara Menentukan Imam Ketika Shalat Berjamaah


Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa ketentuan imam shalat tidak tidak diatur dalam al-Qur’an. Ketentuan siapa yang berhak menjadi imam dalam shalat dapat kita lihat dalam hadits riwayat Imam Abu Daud sebagai berikut :

Artinya : Orang yang lebih menguasai (isi al-Qur’an) dan yang lebih menguasai bacaan (ilmu qira’at dan bacaanya lebih bagus) yang lebih berhak menjadi imam shalat, apabila dalam penguasaan bacaan al-Qur’an berkualitas sama, maka yang lebih berhak menjadi imam adalah orang yang lebih awal melakukan hijrah (ke Madinah), apabila dalam hal berhijarah juga sama, maka yang lebih berhak mejadi imam adalah yang usianya lebih tua. Seseorang tidak boleh diimami (orang lain) di rumah dan daerahnya, dan tidak mempersilahkan orang lain duduk di tempat yang dimuliakan itu kecuali atas izinnya. (HR. Abu Daud)

Abu Mas'ud Al Anshari berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Yang paling berhak untuk menjadi imam pada suatu kaum adalah yang paling bagus dalam membaca Al Qur`an. Jika mereka sama dalam membaca maka yang paling paham dengan sunnah. Jika mereka sama dalam sunnah maka yang paling dahulu hijrah. Jika mereka sama dalam hijrah maka yang paling tua umurnya. Janganlah seseorang menjadi imam dalam kekuasaan orang lain dan jangan duduk di tempat keistimewaannya di rumahnya kecuali dengan izinnya."

Mahmud bin Ghailan berkata;
"Ibnu Numair menyebutkan dalam haditsnya, "Yang paling tua umurnya."

Abu Isa berkata;
"Hadits Abu Mas'ud ini derajatnya hasan shahih. Hadits ini diamalkan oleh ahli ilmu, mereka berkata; "Yang paling berhak untuk menjadi imam adalah yang paling bagus dalam membaca Al Qur`an dan yang paling paham dengan sunnah." Mereka juga berkata; "Pemilik rumah berhak untuk menjadi imam." .

Sebagian mereka berkata; "Jika pemilik rumah memberikan izin kepada yang lain maka tidak mengapa shalat bersamanya." Namun sebagian yang lain memakruhkannya, mereka mengatakan, "Yang sunnah adalah seorang pemilik rumah yang menjadi imam."

Imam Ahmad bin Hambal berkata; "Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:
"Janganlah seseorang menjadi imam di dalam kekuasaan orang lain dan jangan duduk di tempat keistimewaannya di rumahnya kecuali dengan izinnya." Jika mengizinkan maka saya berharap izin itu untuk semuanya." Kemudian ia berpendapat bolehnya mengimami shalat jika diizinkan olehnya (pemilik rumah)." (HR. Tirmidzi: 218)

Dari hadits di atas, dapat kita pahami bahwa ada beberapa pertimbangan dalam menentukan imam shalat. Pertimbangan-pertimbangan tersebut adalah penguasaan bacaan dan ilmu al-Qur’an, hijrah, dan usia. Imam Syafi’i berpendapat bahwa orang yang lebih berhak menjadi imam shalat adalah orang yang paling bagus dalam penguasaan ilmu dan bacaan al-Qur’an (aq’ra), serta orang yang lebih menguasai fiqh (afqah). [2]

Apabila dalam posisi tersebut masih sama, menurut Imam Syafi’i adalah orang yang lebih mulia (al-Asyraf), apabila kemuliaannya pun sama maka yang lebih berhak menjadi imam adalah orang yang lebih dahulu melakukan hijrah. Apabila dalam hal hijrah sama, maka yang berhak adalah yang lebih tua umurnya.

Abu A’la al-Maududi merumuskan ketentuan imam shalat ini secara lebih luas dan komprehensif, yaitu :
  1. Salih dan Baik. Ia mewajibkan bahwa orang yang menjadi imam adalah orang baik, tinggi ilmunya, lebih banyak pengetahuannya tentang al-Qur’an dari pada orang lain, serta paling tua umurnya, sebagaimana dijelaskan dalam hadits.
  2. Mewakili Mayoritas. Diwajibkan imam adalah orang yang banyak disukai dan diterima oleh para jama’ah, hampir tidak mempunyai musuh satupun dalam jama’ah tersebut.
  3. Bersimpati Kepada Pengikut. Diwajibkan seorang imam pandai membaca situasi jama’ah. Ia tidak boleh membaca surat-surat panjang, melakukan rukuk dan sujud berlama-lama sementara jama’ahnya terdiri dari pada orang tua, orang sakit, lemah serta orang-orang sibuk yang ingin cepat-cepat menyelesaikan shalatnya dan kembali kepada pekerjaannya.
  4. Imam Harus Mundur Bila Tidak Mampu Melaksanakan Tugas. Apabila seorang imam yang sedang memimpin shalat mengalami suatu hal yang menyebabkan ia tidak dapat menjalankan tugasnya, maka ia harus segera mengundurkan diri dan menempatkan salah seorang yang berada di belakangnya untuk menggantikan kedudukannya.
  5. Kepatuhan Sepenuhnya. Kepada Imam Diwajibkan bagi makmum untuk mengikuti perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh imam dengan sempurna, dalam hal ini makmum tidak boleh mendahului gerakan imam.
  6. Mengoreksi Kesalahan. Apabila imam mengalami kekeliruan gerakan dalam memimpin shalat, maka para jama’ah harus memperingatkannya dengan mengucap tasbih “subhanallah” . inilah cara untuk mengoreksi kesalahan imam.
  7. Tidak Boleh Patuh dalam Dosa. Makmum tidak boleh patuh apabila imam berlawanan dengan sunnah Raasul, imam mengubah cara shalat atau dengan sengaja membaca ayat-ayat al-Qur’an secara salah, atau dalam shalat mengerjakan perbuatan-perbuatan syirk atau kufr, atau melakukan dosa yang terang, maka jama’ah wajib menghentikan shalat dan memisahkan diri dari imam.

Referensi
[1] Imam Al-Qurtubi, Jami’ al-Ahkami al-Fiqhiyah, Juz. I, Beirut Libanon: Daar al-Kutub al-Ilmiyah, t. th, hlm.223. Lihat juga. An-Nawawi, Minahaju at-Thalibin, Beirut Libanon : Daar al-Kutub al-Ilmiyah, t. th, 21.
[2] Al-Syirazi, Al-Muhadzab fi Fiqh al-Imam al-Syafi’i Radhiya Allahu ‘anh, dalam Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam : Studi tentang Qawl Qadim dan Qawl Jadid, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 143

Post a Comment for "Cara Menentukan Imam Ketika Shalat Berjamaah"