Pentingnya Dan Hukum Menyambung Silaturrahim

Pentingnya Dan Hukum Menyambung Silaturrahim
Pentingnya Dan Hukum Menyambung Silaturrahim. Manusia adalah makhluk sosial yang hidup berinteraksi dengan orang lain, dan tidak dipungkiri lagi bahwa manusia sangat membutuhkan orang lain. Meskipun seseorang dapat melakukan banyak hal sendiri, tetapi banyak hal dalam agama yang mengharuskannya berdiri bersama dengan orang lain untuk menggapai nilai yang lebih besar, misalnya shalat. Walaupun seseorang bisa melakukannya seorang diri, namun ada ketentuan berjamaah dengan orang lain yang membuat nilai shalatnya jauh lebih tinggi derajatnya. Begitupun dengan sadaqah, zakat, dan amalan-amalan lainnya yang tak dapat dipisahkan dengan orang lain.

Karena pentingnya keberadaan orang lain bagi seseorang, Islam tidak mengecilkan pola hubungan simbiosis mutualisme antar manusia. Hubungan itu diatur demikian indahnya sehingga satu sama lain seperti mata rantai yang saling berkaitan. Persaudaraan yang diliputi oleh cinta kasih, begitu diutamakan dalam Islam, meski berbeda suku dan bangsa.[1] Allah swt., berfirman dalam QS. al-Hujarat/ 49:13:

Artinya: Wahai manusia! Sungguh, kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh Allah Maha mengetahui, Maha teliti.[2]

Sayangnya, jalinan ikatan tersebut kian hari semakin memudar. Manusia yang mulai disibukkan dengan berbagai impian dan cita-cita, sehingga waktu habis untuk diri sendiri. Hal itu diperparah dengan berkembangnya teknologi yang menawarkan beragam alat yang memiliki kekurangan dan kelebihan tersendiri, bagi penggunanya. Yang mulanya dapat berinteraksi dengan sekelilingnya, akan tetapi dengan adanya teknologi misalnya handphone manusia lupa dengan sekelilingnya, karna semakin tenggelam dengan kesibukannya didunia maya atau sosmed.[3]

Oleh sebab itu, Allah swt., memberikan sebuah petunjuk dengan menekankan kepada hamba-Nya agar slalu menyambung tali silaturrahim. Allah swt. berfirman dalam Qs. An-Nisa’/4: 1

Artinya: Wahai manusia! bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan-perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu‛.[4]

Jalinan silaturrahim bukanlah hal yang sepele dalam Islam. Banyak syariat dalam ajaranya mengedepankan pola hubungan yang mengacu pada persaudaraan antar manusia, misalnya, jual beli tidak boleh ada yang dirugikan, utaang piutang tidak boleh ada unsur riba, dan banyak lagi bentuk perikatan yang diatur dengan begitu baiknya dalam Islam. Semunya memiliki tujuan agar bentuk hubungaan antar manusia tidak berakhir dengan mudharat dan permasalahan yang merusak perikatan, yang pada akhirnya bisa memutuskan hubungan silaturrahim di antara sesama.[5]

Adapun hukum tentang silaturrahim, yaitu dengan membaca ayat-ayat dan hadis-hadis Nabi saw., kita akan mengetahui dan tidak akan ragu bahwasannya Allah telah mewajibkan silaturrahim. Selain itu jugapara ulama telah sepakat akan wajibnya hukum silaturrahim dan orang yang memutuskannya berdosa. Rasulullah saw. bersabda:

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu>Bakr bin AbuSyaibah dan Zuhair bin Harb dan lafazini milik AbuBakr. Dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Waki' dari Mu'awiyah bin Muzarrid dari Yazid bin Ruman dari 'Urwah dari 'Aisyah berkata; Rasulullah saw., bersabda: "Rahim (kasih sayang) itu tergantung di 'Arasy, seraya berkata; "Siapa yang menyambungkanku, maka Allah pun akan menyambungkannya. Dan barangsiapa yang memutuskanku, niscaya Allah pun akan memutuskannya pula."(HR. Muslim)

Al-qadhi iyadh mengatakan, tidak ada khilaf bahwa hukum silaturrahim secara umum adalah wajib dan memutuskannya merupakan dosa yang sangat besar. Namun menyambungnya memiliki derajat yang bertingkat-tingkat sebagiannya lebih tinggi dari yang lain, yang paling bawah ialah meninggalkan saling boikot dan menyambungnya dengan perkataan, walaupun dengan ucapan salam. Dan juga berbeda pemahaman mengenai kebergantungan dan keperlun, ada yang hukumnya wajib dan ada juga mustahak (berhak, patut dan pantas). Sekiranya dia menyambung sebagian dan tidak sampai pada tujuan maka tidak dinamakan memutuskan, dan kalau dia lalai dari apa yang dia mampu yang semestinya dia lakukan tidak dinamakan menyambung.[6]

Referensi :
[1] Muhammad Habibillah, Raih Berkah Harta Dengan Sedekah dan Silaturrahmi, h. 130-131.
[2] Kementrian Agama RI., al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 517.
[3] Muhammad Habibillah, Raih Berkah Harta Dengan Sedekah dan Silaturrahmi, h.132.
[4] Kementrian Agama RI., al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 77
[5] Muhammad Habibillah, Raih Berkah Harta Dengan Sedekah dan Silaturrahmi, h. 133.
[6] Isnan Efendi Abu Abdus Syahid al-Fujuti, Pentingnya Silaturrahim (Durah Warga Melayu di Qatar, 2014), h. 11.

Post a Comment for "Pentingnya Dan Hukum Menyambung Silaturrahim"